Selasa, 13 Maret 2018

PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN METAKOGNISI PESERTA DIDIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN Disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah: Psikologi Perkembangan Peserta Didik Dosen Pengampu: Drs. Nur Munajat, M.Si


Belajar Bersama Najiba Rahmawati
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN METAKOGNISI PESERTA DIDIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
Disusun untuk memenuhi
Tugas mata kuliah: Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Dosen Pengampu: Drs. Nur Munajat, M.Si







Disusun oleh:
Nama   : Hasan Ibadin
NIM    : 15410060

Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2016







KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Didik ini dapat selesai sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amin.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya ada hambatan yang selalu mengiringi namun atas kerja sama dan diskusi, akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan dalam studi Psikologi Perkembangan Peserta Didik dan adapun metode yang saya ambil dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai sumber buku,karya tulis dan media massa yang mendukung dengan tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa saya mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Saya sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan demi kebaikan sayauntuk kedepannya.

Wassalamualikum Wr.Wb





                                                                                                 Yogyakarta, 24 November 2016




                                                                                                              Penyusun









DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................               2
DAFTAR ISI.................................................................................................                        3
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..............................................................................................                        4
B.     Rumusan Masalah..............................................................................................                  4
C.     Tujuan Penulisan ........................................................................................ ...........             5
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kognitif.......................................................................................                       6
B.    Teori Perkembangan Kognitif................................................................       ...........             7
C.    Strategi Perkembangan Kognitif.....................................................................                      8
D.    Pengertian Metekognitif................................................................................                       9
E.    Keterampilan Metakognisi ............................................................................                       10
F.     Perkembangan Metakognitif .........................................................................                      13
G.    Strategi Perkembangan Metakognitif ..............................................................                    15
H.    Implikasi Perkembangan Keterampilan Kognitif terhadap Pendidikan ................              16
BAB III PENUTUP 
Kesimpulan.................................................................................................... ...........             17























BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mendapatkan, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Belajar adalah aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks dan saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
Kognitif merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan peserta didik yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan mereka di sekolah. Guru sebgai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab melaksanakan interaksi edukatif di dalam kelas, perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang perkembangan kognitif peserta didiknya. Dengan bekal pemahaman tersebut, guru akan dapat memberikan layanan pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan kognitif peserta didik yang dihadapinya.
Seiring dengan perkembangan kognitifnya, anak-anak usia sekolah mulai berusaha mengetahui tentang pikiranya sendiri, tentang bagaimana ia belajar dan mengingat situasi-situasi yang dialami setiap hari, muali menyadari proses-proses kognitifnya dan bagaimana seseorang dapat meningkatkan penilaian kognitif mereka, serta memilih strategi-strategi yang cocok untuk meningkatkan kinerja kognitif mereka. Para ahli psikologi menyebut tipe pengetahuan ini dengan metakognitif (metacognitive), yaitu pengetahuan tentang kognisi (Wellman, 1988). [1]

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan kognitif?
b.       Bagaimana teori perkembangan kognitif?
c.       Bagaimana strategi pengembangan kognitif?
d.       Apa yang dimaksud dengan teori metakognitif?
e.       Apa yang dimaksud dengan keterampilan metakognisi?
f.       Apa yang dimaksud dengan perkembangan metakognitif?
g.      Bagaimana strategi perkembangan metakognitif?
h.      Bagaimana implikasi perkembangan keterampilan kognitif terhadap pendidikan?


C.    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut
a.       Mengetahui apa yang dimaksud dengan kognitif.
b.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori perkembangan kognitif.
c.       Mengetahui bagaimana strategi pengembangan kognitif.
d.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori metakognitif.
e.       Mengetahui apa yang dimaksud dengan keterampilan metakognisi
f.       Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan metakognitif.
g.       Mengetahui bagaimana strategi perkembangan metakognitif.
h.      Mengetahui implikasi perkembangan keterampilan kognitif terhadap pendidikan.




































BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kognitif
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kognitif/kog·ni·tif/ adalah 1 berhubungan dengan atau melibatkan kognisi; 2 berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris[2]. Sedangkan dalam buku (Desmita, 2006 :103) kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental  yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkin akan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya..
Ranah kognitif juga merupakan ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai. Secara tradisional, kognisi ini dipertentangkan dengan konasi (kemauan) dan dengan afeksi (perasaan). Sejumlah ahli psikologi juga menggunakan istilah thinking atau pikiran ini untuk menunjuk pengertian yang sama dengan cognition (kognisi), yang mencakup berbagai aktivitas mental, seperti: penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep-konsep, dan sebagainya. Atkinson, dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan membayangkan dan mengambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaran ini. Pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan presepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencankan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajarai, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya[3]. 
B.     Teori Perkembangan Kognitif
Dua teori kognitif yang penting adalah teori perkembangan kognitif dari Piaget dan teori pemrosesan informasi[4].
1.      Teori Piaget
Dikembangan oleh Jean Piaget. Seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsepmutama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat mereprentasikan dunia dan mealukan oprasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkolerasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
         Tahapan sensorikmotorik (usia 0-2 tahun)
                  Tahapan sensorikmotorik (sensorimotor stage) adalah tahap piaget yang pertama. Pada tahapan ini, anak mengkontruksikan dengan pemahaman mengenai dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik, motorik karena itu disebut sensorikmotorik. Contoh: bayi berkembang dari tindakan yang bersifat naluriah-refeks pada waktu lahir ke permulaan pemikiran simbolik.
         Tahapan pra-operasional (usia 2-7 tahun)
                  Tahapan pra-operasional (preoperational stage) adalalah tahap piaget yang kedua. Pada tahap ini, anak mulai merepretasikan dunia dengan kata-kata, citra, dan gambar-gambar. Anak mulai menggambarkan dunia dengan kata-kata dan citra: kata-kata dan citra ini merefleksikan peningkatan berpikir siombolik dan lebih dari sekedar hubungan informasi sensoris dan tindakan fisik.
         Tahap oprasional konkrit (usia 7-11 tahun)
                  Tahap oprasional konkrit (concrete operational stage) adalah tahap piaget yang ketiga. Pada tahapan ini, anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis, menggantikan pemikiran intiutif, sepanjang penalaran dapat diaplikasikan pada contoh khusus atau konkrit. Anak sekarang dapat bernalar secara logis tentang kejadian yang konkrit dan mengklasifikasi obyek ke dalam kelompok yang berbeda.
         Tahapan operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
                  Tahapan operasional formal (formal operational stage) adalah tahap Piaget yang keempat dan terakhir. Pada tahapan ini, individu bergerak melebihi dunia pengalaman yang aktual dan konkrit, dan berpikir lebih abstrak serta logis. Pemikiran menjadi lebih idealistik.
2.      Teori Pemrosesan Informasi
Pemrosesan Informasi (procerssing) berhubungan dengan bagaimana individu memproses informasi masuk ke pikiran, bagaimana informasi tersebut disimpan dan di transformasi, dan bagaiman informasi tersebut diambil kembali untuk melakukan aktifitas kompleks seperti memcahkan masalah dan penalaran. Contohnya kita memiliki ingatan yang baik tentang muka orang yang kita lihat, tetapi pada saat yang sama ingatan kita tentang muka seseorang mungkin berbeda dengan penampilan sebenarnya dari orang tersebut
Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemacahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan seharai-hari. 
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirikan lingkungannya. [5]
C.    Strategi Pengembangan Kognitif[6]
Strategi kognitif merupakan salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seorang peserta didik dalam belajar atau memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis, dan evaluasi. Hal ini sebgaimana dikemukakan oleh Pressley (dalam Santrock, 2006), kunci pendidikan adalah membantu siswa mempelajari serangkaian strategi yang dapat menghasilkan solusi problem. Pemikir yang baik menggunakan strategi secara rutin untuk memecahkan masalah. Pemikir yang baik juga tahu kapan dan di mana mesti menggunakan strategi (pengetahuan metakognitif tentang strategi). Memahami kapan dan di mana mesti menggunakan strategi sering muncul dari aktivitas monitoring yang dilakukan siswa terhadap situasi pembelajaran.
1.      Pengertian Strategi Kognitif
Strategi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai: “specific methods of approaching a problem or task, modes of operation for achieving a particular end, planned designs for controlling and manipulating certain information (Brown, 2000). McDevitt dan Ormrod (2002), mendefinisikan strategi kognitif sebagai “specific mental process that people use to acquire or manipulation information.” Jadi, yang dimaksud dengan strategi kognitif adalah proses mental atau kognitif tertentu yang digunakan orang untuk memperoleh atau memanipulasi informasi.
Menurut Gagne (dalam Paulina Pannen, dkk, 2001), strategi kognitif adalah kemampuan internal kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Menurut Bell-Gredler (dalam Paulina Pannen, 2001), strategi kognitif merupakan proses berpikir induksi, di mana siswa belajar untuk membangun pengetahuan berdasarkan fakta atau prinsip yang diketahuinya. Strategi kognitif tidak berhubungan dengan materi bidang ilmu tertentu, karena merupakan keterampilan berpikir siswa yang internal dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu. Ini terlihat ketika siswa mempelajari materi suatu ilmu, mereka juga terlibat dalam proses untuk mengembangkan strategi kognitif.
2.      Jenis-Jenis Strategi Kognitif
Terdapat berbagai jenis strategi kognitif yang digunakan oleh peserta didik dalam belajar dan memecahkan masalah. West, Farmer dan Wolff (1991) mengidentifikasi empat jenis strategi kognitif, yaitu:
a.       Chuking, merupakan strategi yang dilakukan dengan cara mengorganisasikan materi secara sistematis melalui proses mengurutkan, megklasifikasikan, dan menyusun. Strategi ini dipandang dapat membantu peserta didik dalam mengelola informasi yang sangat banyak atau proses yang sangat kompleks. Dengan chuking peserta didik dapat memilah-milah suatu materi pembelajran atau suatu masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan kemudian menyusun bagian-bagian tersebut secara berututan.
b.      Spatial, merupakan strategi untuk menunjukan hubungan antara satu hal dengan hal lain. Strategi ini meliputi strategi pembingakaian (framing), dan pemetaan kognitif (cognitive mapping).
c.       Multipurpose, merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain rehearsal, imagery, dan mneumonics.
D.    Pengertian Metakognitif
Metakognitif adalah kemampuan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif. Meta kognitif mengendalikan enam tingkatan aspek kognitif yang didefinisikan oleh Benjamin Bloom dalam taksonomi Bloom yang terdiri dari tahap ingatan, pemahaman, terapan, analisis dan sintetis dan evaluasi. Pada tahun 1991 taksonomi ini direvisi oleh David Krathwohl menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (creating) [7].
Menurut Suherman et.al. (2001 : 95), metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam memecahkan masalah, sebab dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan : “Apa yang saya kerjakan ?”; “Mengapa saya mengerjakan ini?”; “Hal apa yang membantu saya untuk menyelesaikan masalah ini?”.
Flavel (Jonassen, 2000 : 14) memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri. Sementara menurut Margaret W. Matlin (Desmita, 2006 : 137), metakognitif adalah “knowledge and awareness about cognitive processes – or our thought about thinking”.
Jadi metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”.
Anderson & Krathwohl (Sukmadinata & As’ari, 2006 : 26) memberikan rincian dari pengetahuan yang dapat dikuasi atau diajarkan pada setiap tahapan kognitif. Dalam lingkup pengetahuan tersebut, pengetahuan metakognitif menempati pada tingkat tertinggi setelah pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan metakognitif meliputi pengetahuan strategik, pengetahuan tugas-tugas berpikir dan pengetahuan pribadi. Sebagai contoh pengetahuan metakognitif, yaitu pengetahuan tentang langkah-langkah penelitian, rencana kegiatan dan program kerja ; pengetahuan tentang jenis metode, tes yang harus digunakan dan dikerjakan guru ; dan pengetahuan tentang sikap, minat, karakteristik yang harus dikuasai untuk menjadi seorang guru yang baik[8]

E.     Keterampilan Metakognisi[9]
Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefinisiannya. Hal ini berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri (Flavel, 1976).
Anderson & Kathwohl (2001) menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka akan timbul keterampilan metakognitif di mana seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya.
Van Hount-Woltes (2006) setuju bahwa keterampilan metakognitif berisi kegiatan di fase orientasi, penyesuaian pemantauan, perencanaan, evaluasi dan refleksi. Penelitian sebelumnya juga mewakili banyak kategori ini disimpulkan oleh Veenman dkk (1997), ada tiga tahap penting selama proses kontrol metakognitif yaitu: perencanaan, monitoring dan evaluasi. Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Hong (1999) mengacu pada aktivitas metakognitif terdiri dari tindakan seperti perencanaan atau penetapan tujuan dan pemantauan solusi. Minnaert dan Janssen (1999) dalam studinya yang menggunakan kuesioner dengan pertanyaan metakognitif mengacu pada kegiatan di tahap penetapan tujuan, orientasi, perencanaan, pemantauan, pengujian, mendiagnosa, evaluasi dan refleksi. Malpass dkk (1999) mendefinisikan metakognisi sebagai konsistensi kesadaran yang terdiri dari, perencanaan, evaluasi, dan pemantauan.
Desoete (2001) menyatakan bahwa metakognisi memiliki tiga komponen pada penyelesaian masalah fisika dalam pembelajaran, yaitu: (a) pengetahuan metakognitif, (b) keterampilan metakognitif, dan (c) kepercayaan metakognitif. Namun belakangan ini, perbedaan paling umum dalam metakognisi adalah memisahkan pengetahuan metakognitif dari keterampilan metakognitif. Pengetahuan metakognitif mengacu kepada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang pada penyelesaian masalah. Sedangkan keterampilan metakognitif mengacu kepada keterampilan perencanaan (planning skills), keterampilan monitroring(monitoring skills), keterampilan evaluasi (evaluation skills) dan keterampilan prediksi (prediction skills) ( Wall K et,al., 2009 ).
Menurut Brown (1980), keterampilan metakognitif dapat dilihat sebagai pengontrolan orang-orang yang memiliki lebih dari proses kognitif mereka sendiri. Sejumlah besar data telah terakumulasi pada empat keterampilan metakognitif yaitu: prediksi, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi (Lucangeli & Cornoldi, 1997). Dalam fisika, prediksi mengacu pada kegiatan yang bertujuan untuk membedakan latihan yang sulit dan yang mudah. Perencanaan melibatkan analisis latihan, mengambil relevan domain spesifik pengetahuan keterampilan dan sekuensing pemecahan masalah yang strategis. Pemantauan ini terkait dengan pertanyaan seperti "Apakah saya telah mengikuti rencana saya?" "Apakah ini rencana kerja"? "Apakah saya harus menggunakan kertas dan pensil untuk memecahkan masalah?" Dan sebagainya. Sedangkan dalam evaluasi menilai sendiri jawaban dan proses mendapatkan jawaban.
1.      Keterampilan perencanaan (planning skills)
Perencanaan merupakan keterampilan yang mengutamakan proses sistematis dan berfikir dalam  pemecahan masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu pilihan. Keterampilan perencanaan tidak hanya membantu untuk menciptakan solusi tapi juga membantu untuk lebih memahami permasalahan itu sendiri.Jadi sebuah usulan lebih diutamakan dibanding informasi awal. Proses perencanaan menggiring kita untuk berfikir kembali atau merangkai masalah kembali. Ungkapan tersebut  memberikan gambaran yang jelas bahwa sulit untuk menghindarkan diri dari masalah, karena masalah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan, baik kehidupan sosial, maupun kehidupan profesional. Untuk itulah penguasaan atas metode pemecahan masalah menjadi sangat penting agar terhindar dari tindakan Jump to conclusion, yaitu proses penarikan kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti-bukti atau informasi yang akurat Hamalik (2002). Aqib(2003), mengungkapkan bahwaperencanaan dapat membantu dalam memahami masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Keberhasilan suatu kegiatan sangat ditentukan oleh perencanaannya. Apabila perencanaan suatu kegiatan dirancang dengan baik, maka kegiatan akan mudah dilaksanakan, terarah, serta terkendali. Demikian pula halnya dengan proses belajar mengajar, agar pelaksanaan proses tersebut berjalan dengan baik maka diperlukan perencanaan pembelajaran yang baik pula. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya keterampilan perencanaan maka suatu proses pemecahan masalah akan mendapatkan hasil yang lebih baik.
2.      Keterampilan monitoring (monitoring skill)
Monitoring merupakan pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran (awareness) tentang apa yang ingin diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat membuat pengukuran melalui waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu. Monitoring akan memberikan informasi tentang status dan kecenderungan bahwa pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke waktu. Monitoring umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk memeriksa terhadap proses atau untuk mengevaluasi kondisi (Arikunto, 2004).
Monitoring menyediakan data dasar untuk menjawab permasalahan, sedangkan evaluasi adalah memposisikan data-data tersebut agar dapat digunakan dan diharapkan memberikan nilai tambah. Namun tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data dasar untuk dilakukan analisis, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi, oleh karena itu monitoring dan evaluasi harus berjalan seiring.
Keterampilan monitoring adalah keterampilan dalam proses pengumpulan dan analisis informasi (berdasarkan indikator yg ditetapkan) secara sistematis dan berkelanjut tentang kegiatan belajar sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan kegiatan selanjutnya.  Mulyasa (2006) menyebutkan tujuan monitoring yaitu untuk:  (1) mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang  dilaksanakan telah sesuai dengan rencana,(2) mengidentifikasi  masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi, (3) melakukan penilaian apakah pola yang digunakan sudah tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran, (4) mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran    kemajuan, (5) menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.
3.      Keterampilan evaluasi (evaluation skills)
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja itu sendiri.  Keterampilan evaluasi  sangat diperlukan oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Adapun  tujuan dari keterampilan evaluasi adalah  untuk mendapatkan informasi dan menarik pelajaran dari pengalaman dari kegiatan  yang baru selesai dilaksanakan, maupun yang sudah berfungsi sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian pembelajaran selanjutnya (Sukmadinata, 2004).
Arikunto (2006), menyatakan bahwa pentingnya evaluasi adalah untuk: (1) memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan dari kegiatan, (2) menunjukkan di mana dan bagaimana perlu dilakukan perubahan-perubahan, (3) menentukan bagaimana kekuatan atau potensi dapat ditingkatkan, (4)  memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan, (5) membantu untuk dapat melihat konteks dengan lebih luas serta implikasinya terhadap kinerja peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
4.      Keterampilan prediksi (prediction skills)
Prediksi adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati diwaktu yang akan datang. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi tentang hubungan antara beberapa kejadian yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan prediksi yaitu: inferensi harus didukung oleh fakta hasil observasi, sedangkan prediksi dilakukan dengan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian berdasarkan data pada saat pengamatan dilakukan  (Rustaman, 2003).
Pada keterampilan ini peserta didik diajak untuk melibatkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan informasi yang diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas gabungan informasi yang sudah dimilikinya. Setidaknya peserta didik diharapkan dapat membuat dugaan tentang topik dari paragraf selanjutnya.
Keterampilan metakognitif melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kognitifnya (Livingston, 1997; Schoenfeld, 1992; danSukarnan, 2005). Dengan demikian, aktivitas kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan keterampilan metakognitif secara alami. Moore (2004) menyatakan bahwa:
Metacognition refers to the understanding of knowledge, an understanding that can be reflected in either effective use or overt description of the knowledge in question. It is clear in the research data that any definition should describe two distinct yet compensatory competencies: 1) awareness about what it is that is known (knowledge of cognition) and 2) how to regulate the system effectively (regulation of cognition). The research literature reflects on overall acceptance of “knowledge of cognition.” It includes declarative, procedural, and conditional knowledge, and “regulation of cognition” includes planning, prediction, monitoring, testing, revising, checking, and evaluating activities.”
Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisinya secara efektif. Karena itu, pengetahuan kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedangkan regulasi kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi.”
F.      Perkembangan Metakognitif[10]
Secara umum, pengetahuan metakognitif mulai berkembang pada usia 5-7 tahun, dan terus berkembang selama usia sekolah, masa remaja, bahkan sampai masa dewasa. Penelitian Flavel tentang metakognitif lebih difokuskan kepada anak-anak. Flavel menunjukan bahwa anak-anak yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan atau terpisah dengan dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek, dan peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menengahi interpretasitentang realitas dan emosi yang dialami. 
Sejumlah peneliti lain lebih tertarik mempelajari kemampuan metakognitif anak-anak, apakah anak-anak yang masih kecil telah mampu memahami pikiran-pikiran mereka sendiri dan pikiran-pikiran orang lain. Hala, Chandler dan Fritz (1991) misalnya, menemukan bahwa anak-anak yang masih kecil usia 2 atau 2,5 tahun telah mengerti bahwa untuk menyembunyikan sebuah objek dari orang lain mereka harus menggunakan taktik penipuan, seperti berbohong atau menghilangkan jejak mereka sendiri.
Wellman dan Gelman (1997) juga menunjukan bahwa pemahaman anak tentang pikiran manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya. Kemudian usia 3 tahun anak menunjukan suatu pemahaman bahwa kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dari seseorang berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kesadaran metakognitif telah berkembang jauh sebelum anak masuk sekolah. Kemudian, melalui interaksinya dengan dunia sekolah, kesadaran metakognitif anak akan terus mengalami perkembangan hingga remaja, bahkan sampai dewasa. Pada usia 7 atau 8 tahun kemampuan metakognitif anak meningkat secara mencolok. Pada masa ini, penilaian anak terhadap isyarat kognitif meningkat tajam. Hal ini mungkin disebabkan anak semakin menyadari kehendak sadar (stream of consciusness) dari pikirannya sendiri dan orang lain (Flavell, at al., 1995) sejumlah ahli belakangan juga percaya bahwa konsep tentang proses berpikir dan kesadaran tentang pikiran dan belajar berkembang dengan baik selama masa pertengahan anak-anak dan remaja (Ferrari & Sternberg, 1998; Wellman & Hickling, 1994).
Sumber lain menyebutkan bahwa perkembangan dalam psikologi bidang pendidikan berjalan sangat pesat, salah satunya adalah perkembangan konsep metakognisi (metacognition) yang pada intinya menggali pemikiran orang tentang berpikir ”thinking about thinking”. Konsep dari metakognisi adalah ide dari berpikir tentang pikiran pada diri sendiri. Termasuk kesadaran tentang apa yang diketahui seseorang (pengetahuan metakognitif), apa yang dapat dilakukan seseorang (keterampilan metakognitif) dan apa yang diketahui seseorang tentang kemampuan kognitif dirinya sendiri (pengalaman metakognitif). [11]
Variabel lain yang terkait dengan metakognisi adalah variabel individu. Sebagai modal dasar untuk menjadi seorang pebelajar mandiri (self-learner) yang baik, siswa harus memiliki pengetahuan tentang kelemahan dan kelebihan dirinya dalam menghadapi tugas-tugas kognitif, yang menurut Anderson & Krathwohl (2001) disebut pengetahuan-diri (self-knowledge). Bahkan lebih jauh siswa harus mampu memilih, menggunakan, dan memonitor strategi-strategi kognitif yang cocok dengan tipe belajar, gaya berpikir, dan gaya kognitif yang dimiliki dalam mengahadapi tugas-tugas kognitif. Misalnya, seseorang dengan tipe belajar visual harus sering menggunakan strategi elaborasi peta konsep dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Kemampuan seperti ini merupakan salah satu komponen metakognisi yang disebut pemonitoran kognitif. [12]

G.    Strategi Perkembangan Metakognitif[13]
Blakey & Spence (1990) mengemukakan strategi-startegi atau langkah-langkah untuk meningkatkan keterampilan metakognisi, yakni:
1.      Mengidentifikasi 
Memulai aktivitas pengamatan, siswa perlu membuat keputusan yang disadari tentang pengetahuan mereka. Dengan menyelidiki suatu topik, siswa akan menverifikasi, mengklarivikasi dan mengembangkan, atau mengubah pernyataan awal mereka dengan informasi yang akurat.
2.       Berbicara tentang berpikir (Talking about thinking)
Selama membuat perencanaan dan memecahkan masalah, guru boleh “menyuarakan pikiran”, sehingga siswa dapat ikut mendemonstrasikan proses berpikir. Pemecahan masalah berpasangan merupakan strategi lain yang berguna pada langkah ini. Seorang siswa membicarakan sebuah masalah, mendeskripsikan proses berpikirnya, sedangkan pasangannya mendengarkan dan bertanya untuk membantu mengklarifikasi proses berpikir.
3.      Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)
Cara lain untuk mengembangkan metakognisi adalah melalui penggunaan jurnal atau catatan belajar. Jurnal ini berupa buku harian dimana setiap siswa merefleksi berpikir mereka, membuat catatan tentang kesadaran mereka terhadap kedwiartian (ambiguities) dan ketidakkonsistenan, dan komentar tentang bagaimana mereka berurusan/menghadapi kesulitan.
4.       Membuat perencanaan dan regulasi-diri
Siswa harus mulai bekerja meningkatkan responsibilitas untuk merencanakan dan meregulasi belajar mereka. Sulit bagi pebelajar menjadi orang yang mampu mengatur diri sendiri (self-directed) ketika belajar direncanakan dan dimonitori oleh orang lain.
5.      Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)
Aktivitas terakhir adalah menfokuskan diskusi siswa pada proses berpikir untuk mengembangkan kesadaran tentang strategi-strategi yang dapat diaplikasikan pada situasi belajar yang lain. Metode tiga langkah dapat digunakan; Pertama: guru mengarahkan siswa untuk mereviu aktivitas, mengumpulkan data tentang proses berpikir; Kedua: kelompok mengklasifikasi ide-ide yang terkait, mengindentifikasi strategi yang digunakan;Ketiga: mereka mengevaluasi keberhasilan, membuang strategi-strategi yang tidak tepat, mengindentifikasi strategi yang dapat digunakan kemudian, dan mencari pendekatan alternatif yang menjanjikan.
6.      Evaluasi-diri (Self-evaluation)
Mengarahkan pengalaman-pengalaman evaluasi-diri dapat diawali melalui pertemuan individual dan daftar-daftar yang berfokus pada proses berpikir. Secara bertahap, evaluasi-diri akan lebih banyak diaplikasikan secara independen.
H.    Implikasi Perkembangan Keterampilan Kognitif terhadap Pendidikan[14]
Kemampuan metakognisi, keterampialn menggunakan strategi kognitif, merupakan aspek-aspek kognitif yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik di sekolah. Peserta didik yang hadir di sekolah harus memiliki dan mengembangkan kemampuan metakognisinya serta terampil dalam menggunakan strategi kognitif yang efektif. Kemampuan metakognisi dan strategi kognitif memberikan beberapa implikasi bagi pendidikan. Dalam uraian berikut akan diketengahkan beberapa upaya yang harus dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan metakognisi dan strategi kognitif peserta didik.
1.      Guru harus mengajarkan dan menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
2.      Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit. Penelitian tentang pelatihan strategi (strategy training) menunjukan bahwa terjadinya kemajuan belajar secaraa substansial setelah peserta didik mengikuti traning strategi di sekolah (Seiffer & Hofnung, 1994).
3.      Menunjukan strategi belajar yang efektif serta mendorong peserta didik untuk menggunakan strateginya sendiri.
4.      Mengidentifikasi situasi-situasi di mana suatu strategi memungkinkan untuk digunakan.
5.      Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekajar sendiri, dengan sedikit atau tanpa bantuan dari guru.
6.      Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengakses hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.
7.      Sering memberikan umpan balik tentang kemajuan belajar mereka.ketika guru sering memberikan uman balik, ia tidak hanya meningkatkan belajar dan prestasi akademik pesera didik di kelas, tetapi juga membantu metakognitif mereka berkembang dengan baik. Guru dapat juga menggunakan uman balik untuk mendorong perkembangan strategi belajar siswa yang lebih efektif.
8.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan menlong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbuatan belajar yang efektif.
9.      Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar mandiri, yakni melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang harus dilakukan, memecahkan masalah sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan 
Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental  yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkin akan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2006 :103).
Sedangkan perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirikan lingkungannya.
Strategi kognitif merupakan salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seorang peserta didik dalam belajar atau memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis, dan evaluasi. Hal ini sebgaimana dikemukakan oleh Pressley (dalam Santrock, 2006), kunci pendidikan adalah membantu siswa mempelajari serangkaian strategi yang dapat menghasilkan solusi problem. Pemikir yang baik menggunakan strategi secara rutin untuk memecahkan masalah. Pemikir yang baik juga tahu kapan dan di mana mesti menggunakan strategi (pengetahuan metakognitif tentang strategi). Memahami kapan dan di mana mesti menggunakan strategi sering muncul dari aktivitas monitoring yang dilakukan siswa terhadap situasi pembelajaran.
Metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”
Sedangkan berkaitan dengan keterampilan metakognisi Anderson & Kathwohl (2001) menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka akan timbul keterampilan metakognitif di mana seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya.
Kesadaran metakognitif telah berkembang jauh sebelum anak masuk sekolah. Kemudian, melalui interaksinya dengan dunia sekolah, kesadaran metakognitif anak akan terus mengalami perkembangan hingga remaja, bahkan sampai dewasa. Pada usia 7 atau 8 tahun kemampuan metakognitif anak meningkat secara mencolok. Pada masa ini, penilaian anak terhadap isyarat kognitif meningkat tajam. Hal ini mungkin disebabkan anak semakin menyadari kehendak sadar (stream of consciusness) dari pikirannya sendiri dan orang lain (Flavell, at al., 1995) sejumlah ahli belakangan juga percaya bahwa konsep tentang proses berpikir dan kesadaran tentang pikiran dan belajar berkembang dengan baik selama masa pertengahan anak-anak dan remaja (Ferrari & Sternberg, 1998; Wellman & Hickling, 1994).
Blakey & Spence (1990) mengemukakan strategi-startegi atau langkah-langkah untuk meningkatkan keterampilan metakognisi, yakni:
1.      Mengidentifikasi 
2.      Berbicara tentang berpikir (Talking about thinking)
3.      Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)
4.      Membuat perencanaan dan regulasi-diri
5.      Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)
6.      Evaluasi-diri (Self-evaluation)
Kemampuan metakognisi, keterampialn menggunakan strategi kognitif, merupakan aspek-aspek kognitif yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik di sekolah. Peserta didik yang hardir di sekolah harus memiliki dan mengembangkan kemampuan metakognisinya serta trampil dalam menggunakan strategi kognitif yang efektif.
































DAFTAR PUSTAKA

·         Desmita, “Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, PT. Remaja Rodaskarya, Bandung : 2009.
·         http://muhammadsatriawan27.blogspot.co.id/2013/09/metakognitif.html
·         Pranala (link):http://kbbi.web.id/kognitif
·         IDAMAN (Ikatan Pemuda Mandiri) BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
·         Related:file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)- MAKALAH PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN METAKOGNISI PESERTA DIDIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN


[1] Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya, 2009), hal. 131 
[2] Pranala (link):http://kbbi.web.id/kognitif
[3]IDAMAN (Ikatan Pemuda Mandiri) BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
[4] Santrock, John W., Adolescence Perkembangan Remaja.2003. Jakarta: Erlangga. Hlm. 50-51
[5] Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya, 2009), hal. 96-97.
[6] Ibid, hal. 139.
[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Metakognisi
[9] http://muhammadsatriawan27.blogspot.co.id/2013/09/metakognitif.html
[10] Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya, 2009), hal. 135-136.
[11] IDAMAN (Ikatan Pemuda Mandiri) BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
[12] Ibid.
[13] IDAMAN (Ikatan Pemuda Mandiri) BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
[14]  Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya, 2009), hal. 143-144.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar