Bangsa Cerdas dengan Memanfaatkan
Perpustakaan
Oleh : Hasan Ibadin
Dalam dunia modernisasi ini banyak
masyarakat, pemuda, maupun siswa-siswi yang ada di sekolah baik SD, SMP, SMA
sederajat sudah malas untuk membaca buku pelajaran, buku ilmu pengetahuan maupun
buku-buku yang lain. Mereka sendiri lebih asyik sms, facebookan, twitteran, nongkrong,
dan lain-lain. Tanpa mengambil manfaat dari adanya kemajuan teknologi.
Sehingga banyak sekali siswa yang tidak mengetahui tentang ilmu pengetahuan,
sejarah, maupun pelajaran yang menjadi kurikulum di sekolah. Mereka lebih
mengetahui hal-hal yang belum tentu bermanfaat bagi mereka, seperti : pemain
sepak bola, artis, dan penyayi. Itu disebabkan oleh banyak komponen, mulai dari
diri sendiri, keluarga, lingkungan, sekolah, budaya, maupun kemajuan teknologi.
Berdasarkan laporan UNDP tahun 2003
dalam Human Development Report 2003 bahwa indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Indeks/HDI) berdasarkan angka buta huruf menunjukan bahwa
Pembangunan Manusia di Indonesia menempati urutan yang ke 112 dari 174 negara
di dunia yang dievaluasi, sedangkan Vietnam menempati urutan ke 109, padahal
negara itu baru saja keluar dari politik yang sangat besar.
Melihat beberapa hasil studi di atas
dari laporan United Nations
Development Programme (UNDP) maka dapat disimpulkan bahwa kekurang mampuan
anak-anak dalam bidang ilmu pengetahuan, serta tingginya angka buta huruf
dewasa ( adult illiteracy rate ) di Indonesia. Ini adalah akibat membaca
belum menjadi budaya hidup dan belum menjadi budaya bangsa. Berbeda dengan
negara yang sudah maju, manusianya sudah terbiasa untuk membaca buku, baik itu
buku ilmu pengetahuan, buku fiksi, maupun buku nonfiksi.
Dengan melihat melihat masyarakat maupun
penerus bangsa Indonesia yang semakin tak peduli dengan budaya membaca, maka
pemerintah mulai tanggap dengan membuat rencana diberlakukannya kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 merupakan sebuah terobosan bagaimana cara mempersiapkan bangsa
kita untuk menyongsong perkembangan kemajuan jaman serta bisa merubah sistem
pendidikan agar menjadi lebih baik. Terlepas dari kesiapan para pendidik dan
peserta didik dalam menyongsong kurikulum 2013, yaitu meningkatkan pembelajaran
serta membelajarkan masyarakat dengan menggunakan perpustakaan. Sehingga
diharapkan siswa akan lebih aktif membaca, mencari informasi yang bermanfaat,
dan menambah pengetahuan melaui perpustakaan. Walaupun kurikulum 2013 sudah
mulai diberlakukan dibeberapa sekolah tertentu, tapi sayang betapa minimnya
sarana prasarana yang terdapat di beberapa perpustakaan madrasah. Sehingga
perlu adanya penambahan sarana dan prasarana di sekolah-sekolah. Karena sejak
jaman dahulu agama Islam juga memerintahkan kepada manusia untuk membaca yang
termaktub dalam kitab suci al-quran yaitu QS. Al-alaq ayat 1-5. Ini merupakan
ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad saw. melalui
perantara malaikat jibril. Ayat tersebut mengandung makna yang sangat dalam
sekali bawa manusia pertama kali disuruh untuk membaca Tuhan kemudian membaca,
dimulai dari membaca alam dan ilmu pengetahuan. Dunia Islam juga sudah pernah
mempunyai perpustakkan pusat atau Darul Hikmah yang dibangun pada masa
pemerintahan khalifah Harun Ar-rasyid yang berisi berbagai macam buku ilmu
pengetahuan, seperti : ilmu kedokteran, ilmu astronomi, ilmu perbintangan, ilmu
matematika, dan ilmu agama. Selain itu, rata-rata tenaga pustakawan diambil
dari tenaga guru atau pendidik di lingkungan madrasah tersebut yang sudah
memiliki beban serta tanggung jawab terhadap peserta didik yang harus lebih
diutamakan. Hal tersebut yang membuat pengelolaan perpustakaan menjadi kurang
profesional.
Menurut Hendyat Soetopo (1982:173)
perpustakaan sekolah adalah “perpustakaan yang diselenggarakan di sekolah, dimaksudkan
untuk menunjang program belajar dan mengajar di lembaga pendidikan formal”.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebutkan
bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak,
dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi
kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para
pemustaka (Bambang Hartoyo, 2012). Berdasarkan pengertian-pengertian perpustakaan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan adalah suatu lembaga atau
institusi yang bergerak dalam menyimpan dan mengelola berbagai macam karya
sastra dan informasi dengan sistem yang baku dalam bentuk apapun untuk
menunjang kebutuhan penggunanya. Di Indonesia juga sudah ada berbagai macam
perpustakaan mulai dari tingkat pusat maupun daerah serta lembaga pemerintah
dan swasta, terdapat berbagai jenis perpustakaan yang telah dikenal oleh
masyarakat luas diantaranya adalah perpustakaan nasional, perpustakaan daerah,
perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus, dan
perpustakaan masjid atau tempat ibadah lainnya. Perpustakaan dianggap mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu secara relevansi
dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan, sesuai dengan
tuntunan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Sebagai sebuah lembaga
yang memberikan kontribusinya dalam bidang pendidikan, maka perpustakaan
memiliki nilai – nilai pendidikan, edukatif dan ilmu pengetahuan. Orang yang
mau membaca dan belajar, dapat memanfaatkan Perpustakaan sebaik – baiknya.
Pendek kata, siapapun yang ingin pandai, menambah pengetahuan, keterampilan,
dan wawasannya mesti belajar ( membaca), sementara itu, sumber membaca /
belajar yang relatif lebih lengkap dan secara konferhensif adalah
Perpustakaan.( Sutarno, 2008). Namun demikian pemanfaatannya ternyata masih
jauh dari harapan. Perpustakaan sekolah misalnya masih dipandang sebelah mata
oleh berbagai pihak. Padahal perpustakaan sekolah memiliki posisi yang
strategis sebagai mitra proses transfer ilmu pengetahuan antara siswa dan guru
di sekolah. Seringkali perpustakaan sekolah hanya dijadikan “pemanis
pendidikan” dengan slogan “perpustakaan adalah jantungnya pendidikan” tanpa
adanya tindakan implementasi hakikat jantung pendidikan yang semestinya.
Padahal bila kita melihat tujuan dari
didirikannya sebuah Perpustakaan, akan tampak begitu besar manfaat yang dapat
diambil, seperti : menimbulkan rasa cinta untuk membaca, memperluas dan
memperdalam penguasaan ilmu pengetahuan, mengembangkan kemampuan belajar, membantu
mengembangkan kemampuan bahasa dan daya pikir, pemeliharaan bahan pustaka
secara baik, memberikan kemudahan mengetahui kembali informasi, menunjang
kegiatan belajar mengajar dan tempat rujukan untuk mencari informasi guna
pembuatan karya ilmiah maupun penelitian. Bila ditinjau dari sisi pandang yang
lebih luas, maka peran perpustakaan bertindak sebagai agen perubahan,
pembangunan, dan teknologi. Perubahan selalu terjadi seiring dengan sifat
manusia yang selalu ingin tahu, eksplore dan berbudaya. Oleh karena itulah
perpustakaan mempunyai andil yang besar dalam proses maju mundurnya dunia
pendidikan.
Untuk mewujudkan perpustakaan yang
diidamkan oleh masyarakat maupun pelajar agar bisa menjadi salah satu institusi
yang menjembatani dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia di masa depan,
maka perlu diadakanya pembenahan mulai
dari terintegrasinya komponen layanan perpustakaan yang meliputi manjemen
koleksi, sarana prasarana, SDM, kewenangan, kerja sama, promosi, jasa layanan
prima yang bersinergi dengan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan keharusan bagi perpustakaan
sekolah yang lebih mementingkan pada hakikat layanan prima kepada pemustaka.
Amanat UU Perpustakaan No 43 tahun 2007 menjelaskan bahwa koleksi perpustakaan
diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan
kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Sehingga perpustakaan di Indonesia berdiri sesuai dengan ciri-ciri
dan persyaratan perpustakaan mulai dari tersedianya ruangan atau gedung yang
digunakan khusus untuk perpustakaan, adanya koleksi bahan pustaka/bahan bacaan
dan sumber informasi lainya, adanya petugas yang menyelenggarakan kegiatan dan
melayani pemakai/pengguna, adanya komunitas masyarakat pemakai, dan adanya
sarana dan prasana yang dipakai.
Dengan adanya Ilmu pengetahuan dan
teknologi yang selalu berkembang dan
mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan cara
berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, tidak
akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa
kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem
pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita
berpikir kritis, kreatif, dan produktif.
Menurut
H.A.R.T untuk mewujudkan bangsa yang cerdas , maka perlu adanya perubahan
budaya atau perubahan tingkah laku dari anggota masyarakat kita. Sedangkan
prinsip belajar dalam abad 21 menurut UNESCO (1996) harus didasarkan pada 4
pilar yaitu learning to thing ( belajar berpikir ) learning to do ( belajar berbuat ), learning to be
( belajar untuk tetap hidup ), dan learning to livi together ( belajar
bersama hidup antar bangsa ). Prinsip belajar tersebut bisa di dapat melalui
perpustakaan.
Pada pembukaan UUD 1945 juga disebutkan
bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai
bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar. Masyarakat belajar
dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan mendengar dan minat
baca yang besar. Apabila membaca sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam
masyarakat, maka jelas buku tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari
dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Disamping itu, di dalam dunia pendidikan,
buku terbukti berdaya guna dan tepat guna sebagai salah satu sarana pendidikan
dan sarana komunikasi. Sehingga perpustakaan dan pelayanan perpustakaan harus dikembangkan
sebagai salah satu instalasi untuk mewujudkan tujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Mungkin bagi beberapa kalangan,
buku-buku di dalam perpustakaan tidak begitu menarik untuk diminati. Hal
tersebut dikarenakan banyak akses yang dapat digunakan dalam mencari
pengetahuan, diantaranya menggunakan akses internet seperti googling, e-bookdan
sebagainya. Akan tetapi, sebagai pendidik kita mungkin melupakan bahwa ada
beberapa jenis pola belajar yang diminati berkaitan dengan karakteristik
peserta didik. Yaitu visual, audiovisual dan kinestetik. Jika saja kita
menghadapi peserta didik dengan tipe visual maka salah satu hal yang dapat kita
lakukan adalah memberikan bahan pustaka yang akan menarik minat mereka. Seperti
dikutip dari Child Central, tipe visual bisa menyerap pelajaran lebih baik
dengan melihat. Mereka lebih suka melihat atau membaca terlebih dulu sebelum
belajar hal-hal baru. Diperkirakan, sebanyak 80% pelajaran bisa dimengerti
melalui penglihatannya. Membaca buku dan melihat gambar adalah cara belajar
yang paling disukainya (Child Central, 2011).
Selain itu, secara umum tujuan diselenggarakannya
perpustakaan bukan hanya untuk mengumpulkan dan menyimpan bahan-bahan pustaka,
tetapi diharapkan nantinya dapat membantu peserta didik dan pendidik di dalam
menyelesaikan tugas-tugas pada proses belajar mengajar (Wiwin, 2012). Oleh
sebab itu, segala bahan pustaka yangdimiliki perpustakaan sekolah harus dapat
menunjang proses belajarmengajar.Agar dapat menunjang proses belajar mengajar
maka di dalampengadaan buku sebagai bahan pustaka hendaknya mempertimbangkan
kurikulumdi sekolah/madrasah. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk
menyediakan buku-buku yang sesuai dengan selera pembaca, asalkan masih sesuai
dengan norma-norma yang berlaku, karena buku juga memiliki fungsi sebagai
sarana rekreasi. Selera para pembaca yang dimaksud dalam hal ini adalah selera
peserta didik.
Untuk meningkatkan generasi yang kritis
dan cerdas melalui perpustakaan, diharapkan kepada pemerintah agar lebih
meningkatkan peran dan fungsi perpustakaan dengan cara memperbanyak pengadaan
buku-buku sebagai sumber yang bermutu dan memadai. Kemudian, diharapkan pula
bagi sekolah atau pun madrasah agar memiliki buku-buku sumber dan referensi
yang lengkap, ditata secara sistematis dan teratur untuk memudahkan pemustaka
(user), serta dilengkapi dengan tenaga perpustakaan (pustakawan) yang
benar-benar terdidik, aktif dan kreatif.
Kenapa harus Pustakawan yang bekerja di
Perpustakaan? Kenapa bukan sarjana lain saja? padahal kerjanya kan, hanya
meminjamkan dan menyusun buku semata? dan ini tentu sangat mudah. Itulah
anggapan sebagian dari masyarakat, terhadap tenaga perpustakaan. Sesungguhnya
tidak demikian, pekerjaan yang ada di perpustakaan bukan hanya peminjaman dan
penyusunan buku saja. Banyak pekerjaan lain diluar peminjaman dan penyusunan
buku, seperti pengolahan koleksi pustaka, proses pembuatan kartu catalog,
proses automasi bahan pustaka yang semuanya memerlukan keahlian khusus, dan ini
hanya bisa dikerjakan oleh seorang Pustakawan.
Hal lain yang harus diperhatikan juga,
seiring dengan kemajuan informasi yang begitu cepat perkembangannya,
perpustakaan dituntut untuk lebih berkembang, untuk itu dibutuhkan Sumber Daya
Manusia ( SDM) yang memiliki daya pikir, kemampuan mengembangkan dan mempunyai
gagasan untuk mengembangkan perpustakaan, bukan hanya sekedar menjadi pegawai
pelengkap di sebuah Perpustakaan.
Sebuah perpustakaan sedapat mungkin
merekrut, menempatkan setiap tenaga kerja, sesuai dengan kemampuan, dan
keahlian ( the right man in the righ place). Karena memang segala sesuatunya mesti
dimulai dari faktor manusia, mereka merupakan pemikir, penggerak, pelaksana dan
sekaligus pengawas atas jalannya organisasi dalam mencapai tujuannya. Disamping
itu, sebagai pemicu untuk meningkatkan minat pemustaka (user) maka perlu
dihimbau kepada pendidik dan peserta didik untuk meningkatkan pemanfaatan
perpustakaan sebagai sumber ilmu, sumber informasi dan sumber belajar sehingga
mutu pendidikan di sekolah makin meningkat. Pada akhirnya, diharapkan
perpustakaan-perpustakaan di sekolah dan di madrasah dapat dimanfaatkan secara
efektif dan seefisien mungkin, agar semakin tumbuh kesadaran dan minat
membaca,serta nantinya akan lebih meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia
sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD1945.
Singkatnya, dengan pengelolaan
perpustakan yang baik sudah dapat dipastikan bahwa perpustakaan akan dapat
menyediakan sumber-sumber pustaka dan informasi yang cukup lengkap dan memadai.
Dengan dimanfaatkannya perpustakaan sebagai sumber ilmu, sebagai sumber belajar
dan sebagai sumber informasi oleh segenap lapisan masyarakat maka akan
mendorong masyarakat memiliki ilmu pengetahuan yang cukup banyak. Sudah barang
tentu dengan semakin banyaknya ilmu-ilmu yang diperoleh maka akan menyebabkan
bangsa Indonesia, terutama generasi muda menjadi lebih kritis dan cerdas. Jika
keadaan ini sudah tercapai maka dapat dipastikan bangsa Indonesia menjadi akan
lebih meningkat kualitas sumber daya manusianya dan menuju masyarakat yang
madani ( civil society ) Bal Dhatun Toyyibatun wa rabbun Ghofur. Dengan
demikian peranan perpustakaan sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dapat dirasakan manfaatnya serta keberadaannya.