Minggu, 06 Oktober 2019

PERAN SEKOLAH MENGATASI PROBLEMATIKA PESERTA DIDIK


PERAN SEKOLAH MENGATASI PROBLEMATIKA PESERTA DIDIK
Makalah ini dibuat untuk melaksanakan tugas matakuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu Drs. Nur Munajat, M.Si.





Disusun Oleh:

Hasan Ibadin       (15410060)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah, Segala puji bagi Allah SWT, Berkat rahmat dan nikmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam penyelesaian makalah ini, tidak sedikit rintangan yang penyusun hadapi. Baik yang berasal dari dalam diri penyusun sendiri, maupun dari luar diri penyusun. Tetapi penyusun menyadari bahwa selesainya makalah ini dikarenakan pertolongan, bantuan, dan simpati Allah SWT melalui orang lain, baik keluarga, masyarakat, dan pemerintah, sehingga rintangan yang penyusun hadapi dapat terselesaikan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Nur Munajat, M.Si. selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Perkembangan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penyusun sadar bahwa makalah yang penyusun sajikan masih memiliki berbagai kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kepada dosen pembimbing dan pembaca sekalian saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna membaikkan makalah ini.
Akhir kata hanya kepada Allahlah kita akan kembali dan kita akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang kita perbuat.


Yogyakarta, 27 Oktober 2016




         Penyusun

DAFTAR ISI



 

 

 

 







BAB I

PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG

Berbeda dengan teori-teori belajar dalam paradigma behavioristik yang menjelaskan belajar sebagai perubahan perilaku yang dapat diamati yang timbul sebagai hasil pengalaman, teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan berfokus pada perubahan-perubahan proses mental internal yang digunakan dalam memahami dunia eksternal. Proses tersebut digunakan mulai dari mempelajari tugas-tugas sesederhana seperti mengingat nomor telepon hingga tugas-tugas yang kompleks seperti memecahkan masalah matematik yang mendetil. Dengan demikian, teori-teori kognitif menekankan bahwa – dalam proses belajar – pembelajaran aktif dalam mengembangkan pemahaman mereka sendiri tentang topik yang mereka pelajari.
Makalah ini merupakan hasil mengkaji dari berbagai sumber yang tujuannya untuk mengetahui teori belajar kognitif.

B.            RUMUSAN MASALAH

1.        Bagaimana perkembangan kognitif pada manusia?
2.        Apakah yang dimaksud keterampilan metakognisi?
3.        Bagaimana implikasi keterampilan metakognisi dalam pendidikan?

C.           TUJUAN PENULISAN

1.        Agar memahami perkembangan kognisi pada manusia
2.        Agar mengetahui keterampilan metakognisi.
3.        Agar memahami implikasi keterampilan metakognisi dalam pendidikan.

 

 





BAB II

PEMBAHASAN

A.  PERKEMBANGAN KOGNITIF

Psikologi kognitif mengacu pada semua proses pemindahan, pengurangan, pengelaborasian, penyimpanan, perbaikan dan penggunaan input sensoris.[1]

Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto (2011: 48) bahwa kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide belajar. Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah berpikir.

Menurut Ernawulan Syaodih dan Mubair Agustin (2008: 20) perkembangan kognitif menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan berpikir itu bekerja. Dalam kehidupannya, mungkin saja anak dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya.

Husdarta dan Nurlan (2010: 169) berpendapat bahwa perkembangan kognitif adalah suatu proses menerus, namun hasilnya tidak merupakan sambungan (kelanjutan) dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya. 12 Hasil-hasil tersebut berbeda secara kualitatif antara yang satu dengan yang lain. Anak akan melewati tahapan-tahapan perkembangan kognitif atau periode perkembangan. Setiap periode perkembangan, anak berusaha mencari keseimbangan antara struktur kognitifnya dengan pengalaman-pengalaman baru. Ketidakseimbangan memerlukan pengakomodasian baru serta merupakan transformasi keperiode berikutnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berpikir. Perkembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak dapat melangsungkan hidupnya.

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Ada faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Siti Partini (2003: 4) bahwa “pengalaman yang berasal dari lingkungan dan kematangan, keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif anak”. Sedangkan menurut Soemiarti dan Patmonodewo (2003: 20) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam kandungan ibu akan 13 mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Piaget dalam Asri Budiningsih (2005: 35) makin bertambahnya umur seseorang maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pada kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam sruktur kognitifnya.
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif. Menurut Ahmad Susanto (2011: 59- 60) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain:
a.       Faktor Hereditas/Keturunan
Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir.
b.      Faktor Lingkungan
John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabula rasa. Taraf intelegensi ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
c.       Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan dengan usia kronologis.
d.      Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
e.       Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya.
f.       Faktor Kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas memilih masalah sesuai kebutuhan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah faktor kematangan dan pengalaman yang berasal dari interaksi anak dengan lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungan, anak akan memperoleh pengalaman dengan menggunakan asimilasi, akomodasi, dan dikendalikan 15 oleh prinsip keseimbangan. Pada anak TK, pengetahuan itu bersifat subyektif dan akan berkembang menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja atau dewasa.
Perkembangan kognitif berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi , dan sedikit banyak membentuk pola-pola yang teratur sepanjang rentang kehidupan individu. hal ini dapat dipelajari dari perspektif psikologi perkembangan, perkembangan neurokognitif, dan atau perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif secara spesifik difokuskan pada perubahan dalam cara berpikir, memecahkan masalah, memori, dan intelegensi.

Salah satu teori perkembangan kognitif adalah menurut piaget yang menyatakan bahwa pertumbuhan intelektual secara biologis ditentukan dan diatur oleh dua proses, yakni organisasi dan adaptasi. Organisasi mengacu pada sifat dasar struktur mental yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami dunia. pikiran dalam perspektif piaget bersifat terstruktur atau terorganisasi, meningkat kompleksitasnya, dan terintegrasi.

Tingkat berpikir yang paling sederhana adalah skema, yaitu representasi mental beberapa tindakan fisik maupun mental yang dapat dilakukan terhadap objek.

Sedangkan adaptasi mencakup dua proses yaitu asimilasi yang merupakan proses perolehan informasi dari luar, dan pengasimilasiannya dengan pengetahuan dan perilaku kita sebelumnya, dan akomodasi yang meliputi proses perubahan adaptasi skema lama untuk memproses informasi dan objek-objek baru dilingkungannya.

Perkembangan kognitif juga mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan perkembangan lain diantaranya bersifat kuantitatif, perubahannya linier dalam suatu tahap dan adanya perubahan kualitatif melintasi 4 tahapan utama, yaitu:

1. Sensorimotor (0 - 2 tahun): ciri-cirinya adalah dunianya terbatas pada saat sekarang dan disini, belum mengenal bahasa, dan belum memiliki pikiran pada masa-masa awal.

2. Pra-operasional (2 - 7 tahun): ciri-cirinya adalah Pikirannya bersifat egosentris, pemikirannya didominasi oleh persepsi, intuisinya lebih mendominasi dari pada pikiran logisnya, dan belum memiliki kemampuan konservasi.

3. Operasional konkret (7 - 11 tahun): ciri-cirinya adalah memiliki kemampuan konservasi, kemampuan mengklasifikasi dan menghubungkan, pemahaman tentang angka, mampu berpikir konkret, dan memiliki perkembangan pikiran tentang reversibilitas.

4. Operasional formal (11 tahun ke atas): ciri-cirinya adalah Pikirannya bersifat umum dan menyeluruh, mampu berpikir proposional, mampu membuat hipotesis, dan perkembangan idealismenya semakin kuat.


B.            KETERAMPILAN METAKOGNISI

Metakognisi menggambarkan proses mental yang terlibat dalam
pentransformasian, pengkodean, dan pelacakan kembali suatu
informasi.
Secara sederhana metakognisi didefinsikan sebagai “memikirkan  kembali  apa yang telah dipikirkan”, bahkan ada ahli yang menghubungkan metakognisi dengan fungsi kontrol atau pemrosesan informasi. Walaupun pendefinisiannya berbeda, namun secara umum  metakognisi merupakan kesadaran atau pengetahuan seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya (kognisinya) serta kemampuannya dalam mengontrol dan mengevaluasi proses kognitif tersebut.
Jawaban tentang proses mental mana yang digunakan, kapan,
bagaimana dan mengapa, terletak pada kapasitas manusia tentang
metakognisi yang sering diartikan sebagai ”thinking about
thinking” atau ”knowledge about knowledge”, merupakan kognisi
tentang proses kognitifnya sendiri dan merupakan kemampuan
orang untuk memonitor, mengendalikan serta mengorganisasi
aktivitas mentalnya sendiri.

Pengertian Metakognisi

Istilah Metakognisi dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil penelitian terhadap kondisi, mengapa ada orang yang belajar dan mengingat lebih dari yang lainnya?  Secara harfiah metakognisi terdiri dari awalan  meta yang artinya “sesudah” dan  kata kognisi. Metakognisi dapat diartikan sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan tentang pengetahuan atau berpikir tentang berpikir. Menurut Anderson dan Krathwohl (2001), penambahan awalan “meta” pada kata kognisi untuk merefleksikan ide bahwa metakognisi adalah “tentang” atau “di atas” atau “sesudah” kognisi. Di samping itu, pengertian metakognisi hampir sama dengan pengertian perefleksian terhadap apa yang dipikirkannya. (deSoete, 2001). Kata reflektif berasal dari kata ”to reflect” artinya ”to think about”.
Istilah metakognisi yang diperkenalkan Flavell (Yong & Kiong, 2006), mendefinisikan aspek pertama dari metakognisi sebagai pengetahuan seseorang terhadap proses hasil kognitifnya atau segala sesuatu yang berhubungan dengannya, kemudian aspek kedua dari metakognisi didefinisikan sebagai pemonitoran dan pengaturan  diri terhadap aktivitas kognitif sendiri.
Schoenfeld (1992) mendefinisikan metakognisi sebagai pemikiran tentang pemikiran sendiri yang merupakan interaksi antara tiga aspek penting  yaitu: pengetahuan tentang proses berpikir sendiri, pengontrolan atau pengaturan diri, serta keyakinan dan intuisi. Interaksi ini sangat penting karena pengetahuan kita tentang proses kognisi kita dapat membantu kita mengatur hal-hal di sekitar kita  dan menyeleksi strategi-strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita selanjutnya.
Metakognisi mencakup kemampuan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan berikut:
o   Apa yang saya tahu tentang hal ini, topik masalah subjek?
o   Apakah saya tahu apa yang harus saya ketahui?
o   Apakah saya tahu di mana saya bisa mendapatkan beberapa informasi, pengetahuan?
o   Berapa banyak waktu yang saya perlukan untuk belajar ini?
o   Apa saja strategi dan taktik yang bisa saya gunakan untuk belajar ini?
o   Apakah aku mengerti apa yang saya dengar, baca atau lihat?
o   Bagaimana saya tahu jika saya sedang belajar pada tingkatan yang sesuai?
o   Bagaimana saya bisa melihat jika saya membuat satu kesalahan?
o   Bagaimana saya harus merevisi rencana saya jika tidak sesuai dengan harapan/kepuasan saya?


C.           IMPLIKASI DALAM PENDIDIKAN
Metakognisi dalam pembelajaran merupakan konsep penting dalam teori kognisi. Metakognisi tidak sama dengan kognisi, misalnya keterampilan membaca suatu teks berbeda dengan keterampilan pemahaman  terhadap teks tersebut. Metakognisi mempunyai kelebihan dimana seseorang mencoba merenungkan cara berpikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukannya.
Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar, maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan metakognisi mereka. Mengembangkan metakognisi pembelajar berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif. Guru sebagai sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran, mempunyai tanggung jawab dan banyak kesempatan untuk mengembangkan metakognisi pembelajar. Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).
1)      Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan:
§   Mendorong pembelajar untuk memonitor proses belajar dan berpikirnya.
§   Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi-strategi belajar yang efektif.
§   Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari.
§   Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.
§   Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dari suatu situasi ke situasi yang lain.
2)      Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui :
a)    Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri
Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan dengan:
(1) mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual, auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif);
(2)memonitor dan meningkatkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah);
(3)Memanfaatkan lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa, praktik di laboratorium, belajar kelompok, dst).
b)    Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif
Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan :
(1) meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem) dan
(2) mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar.
c)    Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis
Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan :
(1) membuat keputusan dan memecahkan masalah dan
(2) memadukan dan menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru.
d)    Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya
Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan :
(1) mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung;
(2) membangkitkan minat dan motivasi; dan (3) memusatkan perhatian dan daya ingat.
Pengembangan metakognisi pembelajar dapat pula dilakukan dengan aktivitas-aktivitas yang sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Perkembangan kognitif adalah pertumbuhan intelektual secara biologis yang ditentukan dan diatur oleh dua proses, yakni organisasi dan adaptasi. Organisasi mengacu pada sifat dasar struktur mental yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami dunia.

Sedangkan adaptasi mencakup dua proses yaitu asimilasi yang merupakan proses perolehan informasi dari luar, dan pengasimilasiannya dengan pengetahuan dan perilaku kita sebelumnya, dan akomodasi yang meliputi proses perubahan adaptasi skema lama untuk memproses informasi dan objek-objek baru dilingkungannya.

Secara sederhana metakognisi didefinsikan sebagai “memikirkan  kembali  apa yang telah dipikirkan”, bahkan ada ahli yang menghubungkan metakognisi dengan fungsi kontrol atau pemrosesan informasi. Walaupun pendefinisiannya berbeda, namun secara umum  metakognisi merupakan kesadaran atau pengetahuan seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya (kognisinya) serta kemampuannya dalam mengontrol dan mengevaluasi proses kognitif tersebut.
Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).
a)    Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri
b)    Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif
c)    Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis
d)    Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya





DAFTAR PUSTAKA


Reed, Stephen K. 2011. Kognisi. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika

Laurens , Dr. Theresia. 2011. Pengembangan Metakognisi dalam pembelajaran Matematika, Makalah Seminar Nasional Matematika

Huitt, W. 1997. Metakognisi. Interaktif Psikologi Pendidikan .

Yulia Ayriza, Teori Metakognisi, Power Point










[1] Stephen K. Reed. Kognisi. (Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, 2011) Hlm. 2