PERAN SEKOLAH MENGATASI PROBLEMATIKA PESERTA
DIDIK
Makalah ini dibuat untuk melaksanakan tugas matakuliah Psikologi
Perkembangan
Dosen Pengampu Drs. Nur Munajat, M.Si.
Disusun Oleh:
Hasan Ibadin (15410060)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaah, Segala puji bagi Allah SWT, Berkat rahmat dan nikmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Perkembangan. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW.
Dalam penyelesaian makalah ini, tidak sedikit rintangan yang penyusun
hadapi. Baik yang berasal dari dalam diri penyusun sendiri, maupun dari luar
diri penyusun. Tetapi penyusun menyadari bahwa selesainya makalah ini
dikarenakan pertolongan, bantuan, dan simpati Allah SWT melalui orang lain,
baik keluarga, masyarakat, dan pemerintah, sehingga rintangan yang penyusun
hadapi dapat terselesaikan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Nur Munajat, M.Si.
selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Perkembangan yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Penyusun sadar bahwa makalah yang penyusun sajikan masih memiliki
berbagai kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kepada dosen pembimbing dan
pembaca sekalian saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna membaikkan
makalah ini.
Akhir kata hanya kepada Allahlah kita akan kembali dan kita akan
dimintai pertanggung jawaban atas apa yang kita perbuat.
Yogyakarta, 27 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Berbeda dengan teori-teori belajar dalam paradigma behavioristik
yang menjelaskan belajar sebagai perubahan perilaku yang dapat diamati yang
timbul sebagai hasil pengalaman, teori belajar kognitif menjelaskan belajar
dengan berfokus pada perubahan-perubahan proses mental internal yang digunakan
dalam memahami dunia eksternal. Proses tersebut digunakan mulai dari
mempelajari tugas-tugas sesederhana seperti mengingat nomor telepon hingga
tugas-tugas yang kompleks seperti memecahkan masalah matematik yang mendetil.
Dengan demikian, teori-teori kognitif menekankan bahwa – dalam proses belajar –
pembelajaran aktif dalam mengembangkan pemahaman mereka sendiri tentang topik
yang mereka pelajari.
Makalah ini
merupakan hasil mengkaji dari berbagai sumber yang tujuannya untuk mengetahui
teori belajar kognitif.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana perkembangan kognitif
pada manusia?
2.
Apakah yang dimaksud keterampilan
metakognisi?
3.
Bagaimana implikasi keterampilan
metakognisi dalam pendidikan?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Agar memahami perkembangan kognisi
pada manusia
2.
Agar mengetahui keterampilan
metakognisi.
3.
Agar memahami implikasi
keterampilan metakognisi dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Psikologi kognitif mengacu pada semua proses
pemindahan, pengurangan, pengelaborasian, penyimpanan, perbaikan dan penggunaan
input sensoris.[1]
Perkembangan kognitif merupakan
dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad
Susanto (2011: 48) bahwa kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan
individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau
peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi)
yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada
ide-ide belajar. Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi
keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu
berhubungan dengan masalah berpikir.
Menurut Ernawulan Syaodih dan Mubair Agustin
(2008: 20) perkembangan kognitif menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana
kegiatan berpikir itu bekerja. Dalam kehidupannya, mungkin saja anak dihadapkan
pada persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu
persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak. Sebelum anak
mampu menyelesaikan persoalan anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara
penyelesaiannya.
Husdarta dan Nurlan (2010: 169) berpendapat bahwa
perkembangan kognitif adalah suatu proses menerus, namun hasilnya tidak merupakan
sambungan (kelanjutan) dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya. 12
Hasil-hasil tersebut berbeda secara kualitatif antara yang satu dengan yang
lain. Anak akan melewati tahapan-tahapan perkembangan kognitif atau periode
perkembangan. Setiap periode perkembangan, anak berusaha mencari keseimbangan
antara struktur kognitifnya dengan pengalaman-pengalaman baru.
Ketidakseimbangan memerlukan pengakomodasian baru serta merupakan transformasi
keperiode berikutnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan
bahwa faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam
belajar karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan
masalah mengingat dan berpikir. Perkembangan kognitif dimaksudkan agar anak
mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya
sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak dapat
melangsungkan hidupnya.
Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Kognitif
Perkembangan
kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Ada faktor yang
mempengaruhi perkembangan tersebut. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
kognitif menurut Piaget dalam Siti Partini (2003: 4) bahwa “pengalaman yang
berasal dari lingkungan dan kematangan, keduanya mempengaruhi perkembangan
kognitif anak”. Sedangkan menurut Soemiarti dan Patmonodewo (2003: 20)
perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan
hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam
kandungan ibu akan 13 mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Piaget
dalam Asri Budiningsih (2005: 35) makin bertambahnya umur seseorang maka makin
komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pada kemampuannya. Ketika
individu berkembang menuju kedewasaan akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di
dalam sruktur kognitifnya.
Ada pendapat
lain yang menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif. Menurut Ahmad Susanto (2011: 59- 60) faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain:
a.
Faktor Hereditas/Keturunan
Teori
hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat
Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa potensi
tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Taraf intelegensi sudah
ditentukan sejak lahir.
b.
Faktor Lingkungan
John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci
seperti kertas putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabula rasa.
Taraf intelegensi ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang
diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
c.
Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan
dengan usia kronologis.
d.
Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu
pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh
alam sekitar).
e.
Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan
untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi
tingkat kecerdasannya. Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah
dan cepat mempelajarinya.
f.
Faktor Kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang
berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan
bebas memilih masalah sesuai kebutuhan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah faktor
kematangan dan pengalaman yang berasal dari interaksi anak dengan lingkungan.
Dari interaksi dengan lingkungan, anak akan memperoleh pengalaman dengan
menggunakan asimilasi, akomodasi, dan dikendalikan 15 oleh prinsip
keseimbangan. Pada anak TK, pengetahuan itu bersifat subyektif dan akan
berkembang menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja atau
dewasa.
Perkembangan kognitif berkaitan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi , dan sedikit banyak membentuk pola-pola yang
teratur sepanjang rentang kehidupan individu. hal ini dapat dipelajari dari
perspektif psikologi perkembangan, perkembangan neurokognitif, dan atau
perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif secara spesifik difokuskan pada
perubahan dalam cara berpikir, memecahkan masalah, memori, dan intelegensi.
Salah satu teori perkembangan
kognitif adalah menurut piaget yang menyatakan bahwa pertumbuhan intelektual
secara biologis ditentukan dan diatur oleh dua proses, yakni organisasi dan
adaptasi. Organisasi mengacu pada sifat dasar struktur mental yang digunakan
untuk mengeksplorasi dan memahami dunia. pikiran dalam perspektif piaget
bersifat terstruktur atau terorganisasi, meningkat kompleksitasnya, dan
terintegrasi.
Tingkat
berpikir yang paling sederhana adalah skema, yaitu representasi mental beberapa
tindakan fisik maupun mental yang dapat dilakukan terhadap objek.
Sedangkan adaptasi mencakup dua
proses yaitu asimilasi yang merupakan proses perolehan informasi dari luar, dan
pengasimilasiannya dengan pengetahuan dan perilaku kita sebelumnya, dan
akomodasi yang meliputi proses perubahan adaptasi skema lama untuk memproses
informasi dan objek-objek baru dilingkungannya.
Perkembangan kognitif juga
mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan perkembangan lain diantaranya
bersifat kuantitatif, perubahannya linier dalam suatu tahap dan adanya
perubahan kualitatif melintasi 4 tahapan utama, yaitu:
1. Sensorimotor (0 - 2 tahun):
ciri-cirinya adalah dunianya terbatas pada saat sekarang dan disini, belum
mengenal bahasa, dan belum memiliki pikiran pada masa-masa awal.
2. Pra-operasional (2 - 7 tahun):
ciri-cirinya adalah Pikirannya bersifat egosentris, pemikirannya didominasi
oleh persepsi, intuisinya lebih mendominasi dari pada pikiran logisnya, dan
belum memiliki kemampuan konservasi.
3. Operasional konkret (7 - 11
tahun): ciri-cirinya adalah memiliki kemampuan konservasi, kemampuan
mengklasifikasi dan menghubungkan, pemahaman tentang angka, mampu berpikir
konkret, dan memiliki perkembangan pikiran tentang reversibilitas.
4. Operasional formal (11 tahun
ke atas): ciri-cirinya adalah Pikirannya bersifat umum dan menyeluruh, mampu
berpikir proposional, mampu membuat hipotesis, dan perkembangan idealismenya
semakin kuat.
B.
KETERAMPILAN METAKOGNISI
Metakognisi menggambarkan proses mental yang
terlibat dalam
pentransformasian, pengkodean, dan pelacakan kembali suatu
informasi.
pentransformasian, pengkodean, dan pelacakan kembali suatu
informasi.
Secara sederhana metakognisi didefinsikan
sebagai “memikirkan kembali apa yang telah dipikirkan”, bahkan ada
ahli yang menghubungkan metakognisi dengan fungsi kontrol atau pemrosesan
informasi. Walaupun pendefinisiannya berbeda, namun secara umum
metakognisi merupakan kesadaran atau pengetahuan seseorang terhadap proses dan
hasil berpikirnya (kognisinya) serta kemampuannya dalam mengontrol dan
mengevaluasi proses kognitif tersebut.
Jawaban tentang proses mental mana yang
digunakan, kapan,
bagaimana dan mengapa, terletak pada kapasitas manusia tentang
metakognisi yang sering diartikan sebagai ”thinking about
thinking” atau ”knowledge about knowledge”, merupakan kognisi
tentang proses kognitifnya sendiri dan merupakan kemampuan
orang untuk memonitor, mengendalikan serta mengorganisasi
aktivitas mentalnya sendiri.
bagaimana dan mengapa, terletak pada kapasitas manusia tentang
metakognisi yang sering diartikan sebagai ”thinking about
thinking” atau ”knowledge about knowledge”, merupakan kognisi
tentang proses kognitifnya sendiri dan merupakan kemampuan
orang untuk memonitor, mengendalikan serta mengorganisasi
aktivitas mentalnya sendiri.
Pengertian
Metakognisi
Istilah Metakognisi dimunculkan oleh beberapa
ahli psikologi sebagai hasil penelitian terhadap kondisi, mengapa ada orang
yang belajar dan mengingat lebih dari yang lainnya? Secara harfiah metakognisi terdiri dari awalan meta yang artinya “sesudah” dan kata kognisi.
Metakognisi dapat diartikan sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan
tentang pengetahuan atau berpikir tentang berpikir. Menurut Anderson dan
Krathwohl (2001), penambahan awalan “meta” pada kata kognisi untuk
merefleksikan ide bahwa metakognisi adalah “tentang” atau “di atas” atau
“sesudah” kognisi. Di samping itu, pengertian metakognisi hampir sama dengan
pengertian perefleksian terhadap apa yang dipikirkannya. (deSoete, 2001). Kata
reflektif berasal dari kata ”to reflect” artinya ”to
think about”.
Istilah metakognisi yang diperkenalkan Flavell
(Yong & Kiong, 2006), mendefinisikan aspek pertama dari metakognisi sebagai
pengetahuan seseorang terhadap proses hasil kognitifnya atau segala sesuatu
yang berhubungan dengannya, kemudian aspek kedua dari metakognisi didefinisikan
sebagai pemonitoran dan pengaturan diri terhadap aktivitas kognitif
sendiri.
Schoenfeld (1992) mendefinisikan metakognisi
sebagai pemikiran tentang pemikiran sendiri yang merupakan interaksi antara
tiga aspek penting yaitu: pengetahuan tentang proses berpikir sendiri,
pengontrolan atau pengaturan diri, serta keyakinan dan intuisi. Interaksi ini
sangat penting karena pengetahuan kita tentang proses kognisi kita dapat
membantu kita mengatur hal-hal di sekitar kita dan menyeleksi
strategi-strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita selanjutnya.
Metakognisi mencakup kemampuan untuk bertanya
dan menjawab pertanyaan berikut:
o
Apa yang saya tahu tentang hal ini,
topik masalah subjek?
o
Apakah saya tahu apa yang harus
saya ketahui?
o
Apakah saya tahu di mana saya bisa
mendapatkan beberapa informasi, pengetahuan?
o
Berapa banyak waktu yang saya
perlukan untuk belajar ini?
o
Apa saja strategi dan taktik yang
bisa saya gunakan untuk belajar ini?
o
Apakah aku mengerti apa yang saya
dengar, baca atau lihat?
o
Bagaimana saya tahu jika saya
sedang belajar pada tingkatan yang sesuai?
o
Bagaimana saya bisa melihat jika
saya membuat satu kesalahan?
o
Bagaimana saya harus merevisi
rencana saya jika tidak sesuai dengan harapan/kepuasan saya?
C.
IMPLIKASI DALAM PENDIDIKAN
Metakognisi dalam pembelajaran merupakan konsep penting dalam teori
kognisi. Metakognisi tidak sama dengan kognisi, misalnya keterampilan membaca
suatu teks berbeda dengan keterampilan pemahaman terhadap teks tersebut.
Metakognisi mempunyai kelebihan dimana seseorang mencoba merenungkan cara
berpikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukannya.
Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar, maka
upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan
meningkatkan metakognisi mereka. Mengembangkan metakognisi pembelajar berarti
membangun fondasi untuk belajar secara aktif. Guru sebagai sebagai perancang
kegiatan belajar dan pembelajaran, mempunyai tanggung jawab dan banyak
kesempatan untuk mengembangkan metakognisi pembelajar. Strategi yang dapat
dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik
melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).
1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan:
§
Mendorong
pembelajar untuk memonitor proses belajar dan berpikirnya.
§
Membimbing
pembelajar dalam mengembangkan strategi-strategi belajar yang efektif.
§
Meminta
pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul atau
disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari.
§
Membimbing
pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.
§
Menunjukkan
kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap-sikap,
nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dari suatu situasi ke situasi yang lain.
2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik
melalui :
a) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri
Pengembangan
kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan dengan:
(1)
mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual,
auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif);
(2)memonitor
dan meningkatkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu,
dan memecahkan masalah);
(3)Memanfaatkan
lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa,
praktik di laboratorium, belajar kelompok, dst).
b) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif
Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan :
(1)
meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan
rasa harga diri (self-esteem) dan
(2) mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar.
c) Mengembangkan kebiasaan
untuk berpikir secara hirarkhis
Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan :
(1) membuat keputusan dan memecahkan masalah dan
(2)
memadukan dan menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru.
d) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya
Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan :
(1)
mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung;
(2)
membangkitkan minat dan motivasi; dan (3) memusatkan perhatian dan daya ingat.
Pengembangan metakognisi pembelajar dapat pula dilakukan dengan
aktivitas-aktivitas yang sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perkembangan kognitif adalah pertumbuhan intelektual secara biologis
yang ditentukan dan diatur oleh dua proses, yakni organisasi dan adaptasi. Organisasi
mengacu pada sifat dasar struktur mental yang digunakan untuk mengeksplorasi
dan memahami dunia.
Sedangkan adaptasi mencakup dua proses yaitu asimilasi yang
merupakan proses perolehan informasi dari luar, dan pengasimilasiannya dengan
pengetahuan dan perilaku kita sebelumnya, dan akomodasi yang meliputi proses
perubahan adaptasi skema lama untuk memproses informasi dan objek-objek baru
dilingkungannya.
Secara
sederhana metakognisi didefinsikan sebagai “memikirkan kembali apa
yang telah dipikirkan”, bahkan ada ahli yang menghubungkan metakognisi dengan
fungsi kontrol atau pemrosesan informasi. Walaupun pendefinisiannya berbeda,
namun secara umum metakognisi merupakan kesadaran atau pengetahuan
seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya (kognisinya) serta kemampuannya
dalam mengontrol dan mengevaluasi proses kognitif tersebut.
Strategi
yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta
didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).
a)
Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri
b)
Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif
c) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir
secara hirarkhis
d)
Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya
DAFTAR PUSTAKA
Reed, Stephen K. 2011. Kognisi.
Jakarta : Penerbit Salemba Humanika
Laurens , Dr. Theresia. 2011. Pengembangan
Metakognisi dalam pembelajaran Matematika, Makalah Seminar Nasional
Matematika
Huitt, W. 1997. Metakognisi. Interaktif
Psikologi Pendidikan .
Yulia Ayriza, Teori Metakognisi, Power Point
http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/pendapat-ahli-tentang-pengertian.html,
diakses pada 23 November 2016
http://www.edpsycinteractive.org/topics
/metacogn.html, diakses pada
23 November 2016
https://zultogalatp.wordpress.com/2013/06/15/metakognitif-dalam-pembelajaran/,
diakses pada 23 November 2016
http://www.kompasiana.com/razafpari/ciri-ciri-perkembangan-kognitif-sepanjang-kehidupan_54f3aa49745513902b6c7c1d,
diakses pada 23 November 2016