MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM
“KONSEP
KURIKULUM 2013”
Diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu: Dr. Sukiman,
S.Ag.,M.Pd.
Disusun Oleh: Kelompok 11
Hasan Ibadin : 15410060
Fatma Azizah : 15410063
Niswa :1541
PRODI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
Saw. Karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “KONSEP KURIKULUM 2013”.
Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sukiman S.Ag, M.Ag
selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan Kurikulum
2. Seluruh teman-teman kelas A prodi PAI yang
telah membantu dan mendukung kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah
sempurna. Oleh karena itu,saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, 9 November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................... I
Kata Pengantar...................................................................................................................... II
Daftar Isi............................................................................................................................... III
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
C. Tujuan Penyusunan................................................................................................... 1
D. Manfaat Penyusunan................................................................................................. 1
BAB II Pembahasan
A.
Rasional Pengembangan Kurikulum 2013.......................................................
2
B.
Dasar dan Prinsip
Pengembangan Kurikulum 2013......................................... 5
C.
Elemen Perubahan KTSP ke Kurikulum
2013................................................. 7
BAB III Penutup
Kesimpulan......................................................................................................................... . 11
Daftar Pustaka.........................................................................................................
12
BAB II
PEMBAHASAN
A.
LANGKAH-LANGKAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan
dalam kamus besar bahasa indonesia memiliki arti yaitu proses, cara, perbuatan
mengembangkan. Pengembangan dalam arti bahasa yaitu upaya meningkatkan mutu
bahasa agar dipakai untuk berbagai keperluan dalam kehidupan masyarakat modern,
dan pengembangan dalam arti masyarakat yaitu proses kegiatan bersama yang
dilakukan oleh penghuni suatu daerah untuk memenuhi kenutuhannya.[1]
Langkah-langkah
pengembangan kurikulum makroskopis adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh
faktor-faktor yang mendorong pembaharuan kurikulum.
a. Tujuan
(‘objectives’) tertentu, yang permulaannya didorong oleh pengaruh faktor
sejarah, sosiologis, filsafah, psikologis dan ilmu pengetahuan.
b. Hasil-hasil
penemuan riset dalam interaksi belajar mengajar.
c. Tekanan-tekanan,
baik yang berasal dari kelompok penekanan maupun dari pengujian-pengujian
eksternal.
2. Inisiasi
pengembangan.
Proses
pengambilan keputusan baik didalam maupun diluar sistem pendidikan mengenai
satu pengembangan atau innovasi kurikulum tertentu hendak dilaksanakan.
3. Innovasi
kurikulum baru.
Kurikulum
baru harus dikembangkan melalui proyek-proyek pengembangan kurikulum yang harus
mengikuti fase-fase :
a. Penentuan
tujuan-tujuan kurikulum.
b. Produksi
materials dan penciptaan metode ajar-belajar yang sesuai.
c. Pelaksanaan
percobaan-percobaan terbatas pada sekolah-sekolah.
d. Evaluasi
dan revisi material dan metode.
e. Penyebaran
yang tak terbatas materials dan metode yang sudah direvisi.
4. Difusi
(penyebaran) pengetahuan dan pengertian tentang pengembangan kurikulum di luar
lembaga-lembaga pengembangan kurikulum.
5. Implementasi
kurikulum yang telah dikembangkan di sekolah-sekolah.
6. Evaluasi
kurikulum.[2]
S Nasution dalam bukunya menjelaskan bahwa
langkah-langkah pengembangan kurikulum secara garis besrnya adalah sebagai
berikut:
1. Kumpulkan
keterangan mengenai faktor-faktor yang turut menentukan kurikulum serta latar
belakangnya
2. Tentukan
mata pelajaran atau mata kuliah yang akan di ajarkan
3. Rumuskan
tujuan tiap mata pelajaran
4. Tentukan
hasil belajar yang diharapkan siswa dalam tiap mata pelajaran
5. Tentukan
topik tiap mata pelajaran
6. Tentukan
syarat yang dituntut oleh siswa
7. Tentukan
bahan yang harus dibaca oleh siswa
8. Tentukan
strategi mengajar yang serasi serta sediakan berbagai sumber
9. Tentukan
alat evaluasi belajar
10. Buat
desain rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi
perbaikannya.[3]
B.
Model-model
pengembangan kurikulum
Kegiatan pengembangan kurikulum
perlu di tempuh melalui langkah-langkah tertentu secara sistematis sehingga dapat
dihasilkan kurikulum yang baik.Oleh karenanya, kegiatan pengembangan kurikulum
memerlukan model yang dapat dijadikan landasan teoritis tentang proses
pengembangan kurikulum.Dengan kata lain, model adalah teori tentang
langkah-langkah pengembangan kurikulum.[4]
1.
Model
Tyler
Pada
tahun 1949 Ralph Tyler menerbitkan buku kecil berjudul Basic Principels of Curriculum and Instruction yang sangat berpengaruh bagi perkembangan
kurikulum.ia mengemukakan bahwa dalam mengembangkan kurikulum kita harus
mengajukan pertanyaan-pernyataan berikut:
a. What
educatonal purposes should the school seek to attain?
b. What
educational experiences can be provided there are likely to attain these
purposes?
c. How
can these educational experiences be effectively organized?
d. How
can we determine whether these purposes are being attained?
Urutan
pertanyaan itu kiranya juga merupakan langkah-langkah dalam mengembangkan
kurikulum, yaitu;
a. Menentukan
tujuan yang akan melalui kegiatan pendidikan yang akan dilakukan
b. Menentukan
pilihan bentuk proses pembelajaran atau
menuju pencapaian tujuan yang hendak di capai.
c. Menentukan
pengaturan atau organisasi materi kurikulum
d. Menentukan
cara untuk menilai hasil belajar.
Tyler
lebih lanjut menyatakan dalam menentukan tujuan pendidikan hendaknya jangan hanya
diperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu melainkan juga kebutuhan anak,
minat, dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah pendidikan.Dalam proses
belajar mengajar harus diperhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman
anak serta presepsi masing-masing agar mereka mengadakan reaksi mental dan
emosional maupun dalam bentuk kelakuan.[5]
2.
Model
Hilda Taba
Pada
dasarnya Hilda Taba setuju dengan pendahulunya yaitu Tyler, hanya bedanya ia
membuat deretan kegiatan sebagai rincian untuk masing-masing tahapan , sehingga
akan lebih jelas bagi para pengembang dalam melaksanakan pengembangan
kurikulum.Secara detail, langkah –langkah pengembangannya adalah sebagai
berikut;
a. Menentukan
tujuan pendidikan , dengan langkah-langkah:
1. Merumuskan
tujuan umum
2. Mengklasifikasi
tujuan-tujuan
3. Merinci
tujuan-tujan
4. Merumuskan
tujuan dalam bentuk yang spesifik
b. Mengidentifikasi
dan menyeleksi pengalaman belajar, dengan langkah-langkah;
1. Mengidentifikasi
minat dan kebutuhan siswa
2. Mengidentifikasi
dan menyesuaikan dengan kebutuhan sosial
3. Menentukan
keluasan dan kedalaman pembelajaran
4. Menentukan
kesesuaian antara ruang lingkup dan kedalaman
c. Mengorganisasi
bahan kurikulum dan kegiatan belajar
1. Menentukan
organiasi kurikulum
2. Menengtukan
urutan atau sequence materi kurikulum
3. Melakukan
pengintegrasian kurikulum
4. Menentukan
fokus pelajaran
d. Mengevaluasi
hasil pelaksanaan kurikulum.
1. Menentukan
kriteria penilaian
2. Menyusun
program evaluasi yang komprehensif
3. Teknik
mengumpulkan data
4. Interpretasi
data evaluasi
5. Menerjemahkan
evaluasi kedalam kurikulum[6]
Menurut
cara tradisional, pengembangan kurikulum dilaksanakan secara deduktif dengan
urutan;
1. Penentuan
prinsip-prinsip dan kebijakan dasar
2. Merumuskan
desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen
tertentu.
3. Menyusun
unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
4. Melaksanakan
kurikulum dalam kelas.[7]
Taba
berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya
inovasi-inovasi.Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi
serta kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif , yang merupakan
induksi atau arah terbalik dari model tradisional.[8]
Untuk
mengadakan pembaharuan kurikulum, Hilda Taba menganjurkan cara berlainan dengan
yang lazim dilakukan dalam pembelajaran umtuk meningkatkan kepada kurikulum
yang lengkap, setelah cukup jumlah satuan pelajaran yang di
ujicobakan.Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut;
a. Menyusun
satuan pelajaran
Suatu
lurikulum baru tak mungkin diujicobakan sekaligus dalam keseluruhannya, jadi
harus dimulai dari bidang yang lebih terbatas, misalnya dalam mata pelajaran
atau bidang studi tertentu.Itupun tak dapat tiada hanya satu pelajaran yang
kemudian dapat diperluas dengan satuan pelajaran lainnya sapai meliputi seluruh
bidang studi.
b. Mengujicobakan
satuan pembelajaran
Model
satuan pendidikan yang disusun emula dengan sendirinya tidak sempurna dan perlu
diperbaiki berdasarkan eksperimentasi.Percobaan ini sebaiknya dilakukan dalam
berbagai situasi dan kondisi belajar yang berbeda-beda, agar lebih valid untuk
dijalankan untuk murid yang berlainan kemampuang belajarnya.Satuan pendidikan
itu juga harus dapat membuktikan validitasnya untuk digunakan oleh guru-guru
yang berbeda-beda gaya mengajarnya.
c. Revisi
dan konsolidasi
Berdasarkan
uji coba diadakan perubahan dan perbaikan dengan satuan pelajaran dapat
digunakan dalam kelas yang berbeda kondisinya.Satuan pelajaran harus disusun
berdasarkan prinsip-prinsip teoritis yang digariskan terlebih dahulu.
Setelah
dianggap uji-coba telah memadai dn satuan pelajaran telah menjalani perbaikan
secukupnya, maka satuan pelajaran dapat dianggap mantap untuk disebarkan dalam
lingkungan yang lebih luas.
d. Mengembangkan
kerangka kurikulum
Setelah
diperoleh satuan pelajaran dalam jumlah yang cukup maka pelajaran itu perlu
ditinjau dari segi scope/ruang lingkup dan sequence/ urutan.
e. Pelaksanaan
dan penyebaran.
Akhirnya
tibalah saatnya untuk melaksanakan kurikulum baru ini secara luas.Untuk itu
sering dilakukan penataran bagi guru-guru yang terlibat dengan lokakarya yang
intensif, untuk meperoleh penguasaan bahan dan ketrampilan mengajarkannya.
Pelaksaannya
akan memerlukan pengaturan administrasi sekolah untuk mengatur jadwal pelajaran
baru.Pelaksanaan dan penyebaran kurikulum baru akan memakan waktu yang
bertahun-tahun lamanya agar perubahan yang diharapkan dengan kurikulum baru itu
benar-benar tercaapai.Disamping itu, perubahan dan perbaikan akan senantiasa
perlu dijalankan.[9]
3. Model Harold B. Alberty
Berbeda
dengan Tayler dan Hilda Taba yang mengemukakan teori pengembangan kurikulum
dalam bentuk langkah-langkah pengembangan saja, Alberty menambahkan dengan
beberapa unsur penunjangnya. Yang ditekankan oleh Alberty sebagai unsurpenting
dalam pengembangan kurikulum adalah unit sumber belajar, yang disebutnya dengan
istilah resource-unit.
Langkah-langkah pengembangan
kurikulum dalam model Alberty adalah sebagai berikut :
a. Menentukan
Falsafah dan Tujuan.
Falsafah
dan tujuan resource unit harus dirumuskan dengan jelas. Tujuan ini perlu
diberikan secara terinci dan harus berkaitan dengan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat dan negara yang perlu diwujudkan peserta didik untuk
membentuk kepribadiannya sebagai warga negara dan manusia yang baik.
b. Menentukan
ruang lingkup (scope) materi pembelajaran.
Unit
sumber hraus berisi rumusan tentang pokok-pokok isi unit berupa konsep, prinsip
atau masalah sertabatas-batas unit. Bagiann ini harus cukup luas dan meliputi
semua aspek masalah sebagai hasil analisis pokok atau judul unit-sumber itu.
c. Menentukan
kegiatan pembelajaran.
Pada
langkah ini ditentukan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh para peserta
didik, secara individual maupun dalam kelompok. Langkah ini, yakni memikirkan,
mencari dan merumuskan macam-macam kegiatan belajar yang sesuai dengan topik,
menurut Alberty merupakan salah satu tugas yang paling yang paling berat dan
sulit yang dihadapi oleh pengembang unit sumber. Namun inilah jalan utama untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.
d. Menentukan
sumber belajar (bibliografi) dan alat belajar.
Tiap
unit sumber harus berisi bahan referensi serta alat-alat belajar yang luas
serta beraneka ragam, dengan catatan agar sumber dan alat itu dapat digunakan
secara efektif.
e. Menentukan
evaluasi.
Prosedur
dan alat evluasi dipilih berkenaan dengan tujuan yang dirumuskan dan menjadi
bagian yang integral dari unit sumber. Menurut Alberty, evaluasi tidak boleh
ahnya mengutamakan hasil akhir. Hendaknya evaluasi dipandang sebagai proses
yang kontinue yang dijalankan sejak awal sampai akhir untuk mengetahui
perubahan perilaku peserta didik sesuai dengan tujuan. Alat evaluasi yang dapat
digunanakan antara lain : (1) test, (2) catatan tentang observasi siswa. (3)
catatan, buku harian, hasil penilaian diri oleh siswa, (4) analisis pekerjaan
dan proyek yang dilakukan siswa, (5) catatan oleh guru dan staf administrasi
sekolah, (6) analisis pekerjaan tertulisdan lisan, (7) laporan tentang
observasi oleh oramng tua.
f. Menyusun
panduan atau petunjuk tentang cara menggunakan cara unit sumber.
Unit
sumber harus memuat panduan atau petunjuk-petunjuk tentang cara penggunaan unit
itu. Namun panduan atau petunjuk itu tidak boleh mengikat berupa
patokan-patokan yang harus diikuti. Guru harus senantiasa diberi kesempatan
sepenuhnya untuk mengembangkan inisiatif dan kreatifitasnya. Panduan itu antara
lain mengenai cara-cara memuli suatu unit, bagaimana menegmbangkannya serta
mengenai kegiatan-kulminasi.[10]
4.
Model David Warwick
Berbeda
dengan model perkembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Hilda Taba yang
bersifat induktif, David Warwick mengemukakan model pengembangan kurikulum yang
bersifat deduktif. Langkah-langkah pengembangan kurikulum menurut model David
Warwick adalah sebagai berikut:
a. Menyusun
suatu kurikulum ideal secara umum tentang apa yang ingin dicapai oleh lembaga
pendidikan/ sekolah.
b. Mempertimbangkan
segala sumber yang tersedia yang dapat mendukung berhasilnya program itu pada
tingkat nasional, lokal, maupun lembaga pendidikan/ sekolah seperti fasilitas
sekolah, staf pengajar, kemampuan dan latar belakang peserta didik, alat-alat
pengajaran, dan sumber belajar yang tersedia.
c. Dengan
segala keterbatasan yang ada, lembaga
pendidikan/ sekolah melaksanakan kegiatan pembelajaran, dengan memeperhatikan
adanya macam-macam hambatan atau kendala seperti sistem ujian, keterbatasan
biaya dan fasilitas, kemampuam guru, dan sebagainya agara dapat menghindari dan
mengatasinya.
d. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mendukung, serta membatasi terlaksananya
kurikulum yang ideal maka dapat disusun garis2 umum kurikulum yang lebih riil,
dengan mengadakan modifikasi kurikulum yang ideal tadi.
e. Membuat
desain kurikulum sambil memperhatikan berbagai aspeknya seperti struktur
kurikulum , ruang lingkup (scope), urutan (sequence) serta keseimbangan
(balance) bahan pelajaran.
f. Mengadakan
rincian yang lebih lanjut tenang bahan pelajaran yang sudah dipilih dalam
berbagai bidang pengetahuan dalam forum pleno sehingga dapat diketahui adanya
overlap (tumpang tindih) dan kekosongan diantaranya.
g. Menetukan
strategi proses pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.
h. Menentukan
alokasi waktu bagi masing-masing pokok bahasn atau sub pokok bahasan yang
terdapat dalam kurikulum.[11]
Langkah-langkah pengembangan kurikulum
dalam model David Warwick diatas, prosesnya relatif singkat dibandingkan dengan
langkah-langkah dalam model Hilda Taba. Akan tetepi upaya untuk mendapat kan
rancangan kurikulum yang betul-betul sesuai dengan kondisi setiap lembaga
pendidikan di setiap wilayah untuk yang setingkat dan sejenisun tidak mudah.
5.
Model Beauchamp
Pertama,
menetapkan area atau lingkup wilayah yang dicakup oleh kurikulum tersebut,
apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun nasional.
Pentahapan area ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil
kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan
kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan
kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum
hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
Kedua,
menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi
dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan/kurikulum yang
ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, (2)
para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih,
(3) para profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan
tokoh-tokoh masyarakat.
Ketiga,
organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan
prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih
khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam
menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan
ini dalam lima langkah, yaitu : (1) Membentuk tim pengembang kurikulum, (2) mengadakan
penilaian atau penilitian terhadap kurikulum yang ada yang seang digunakan, (3)
Studi penjagaan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan
kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan
kurikulm baru.
Keempat,
implementasi kurikulum, Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau
melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan
kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan
maupun bisya, disamping kesiapan manajerial dari pemimpin sekolah atau
administrator setempat.
Kelima,
adalah evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu : (1)
evaluasi tentang pelaksaaan kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain
kurikulum, (3) evaluasi hasil belajar siswa, (4) evaluasi dari keseluruhan
sistem kurikulum. [12]
6. Model Pengembangan Kurikulum Berdasarkan
Kompetensi
Prosedur atau
langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan kompetensi dapat diurutkan
sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi
kompetensi,
Yaitu
menetapkan dan mendeskripsikan ciri-ciri jenis dan mutu kompetensi yang harus
dimiliki sesorang untuk mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu atau melaksanakan tugas melanjutkan pendidikan. Hasil identifikasi
kompetensi ini sebenarnya merupakan jawaban atas pertanyaan : “Orang yang
kompeten dalam hal apa yang akan dibentuk melalui program pendidkan?”
b. Merumuskan
tujuan pendidikan
Yaitu
memperlakukan kompetensi yang telah diidentifikasikan pada poin (a) sebagai
tujuan institusional. Dari tujuan institusional itu dapat dirumuskan
tujuan-tujuan kurikuler (dan tujuan-tujuan intruksional) dengan cara
menjabarkan kompetensi itu. Penjabaran tersebut dapat dilakukan dengan menjawab
pertanyaan : andaikata tamatan yang kompeten itu harus melaksanakan tugasnya,
urutan langkah kerja apa dan bagaimana yang dia harus dapat tempuh?
c. Menyusun
pengalaman belajar
Yaitu
menyediakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan peserta didik untuk
dapat melaksanakan langkah-langkah tugas yang disebutkan pada boin b. Hasil
penyusunan pengalaman belajar itu hendaknya merupakan jawaban atas pertanyaan :
untuk dapat melakukan langkah-langkah tugas, apa yang harus dialami peserta
didik dalam proses kegiatan belajar-mengajarnya?
d. Menetapkan
topik dan subtopik
Yaitu
mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan sebagai isi atau
persoalan-persoalan yang dibahas untuk memperoleh pengalaman-pengalaman belajar
yang disebutkan pada poin c. Hal ini dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan
: Agar peserta didik memperoleh berbagai pengalaman belajar, hal-hal,
persoalan-persoalan, masalah-masalah, latihan-latihan apa saja yang harus
dibahas dan dikerjakannya di dalam proses kegiatan belajar-mengajarnya?
e. Menetapkan
alokasi waktu yang diperlukan untuk mempelajari tiap topik dan subtopik dengan
mengingat apakah sesuatu topik atau subtopik dipelajari melalui tatap muka,
praktikum atau kerja lapangan. Mengalokasikan waktu untuk tiap topik atau
subtopik dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan : Berapa jam yang
diperlukan peserta didik untuk mempelajari tiap topik atau subtopik?
f. Memberi
nama mata pelajaran/ mata kuliah dengan cara mengorganisasikan terlebih dahulu
topik-topik atau subtopik-subtopik yang relevan satu sama lain menjadi satuan-satuan
bahan pembelajaran. Kemudian dengan memperhatikan isi topik-topik atau
subtopik-subtopik yang sudah menjadi satuan bahan pengajaran itu. Pertanyaan
pengaruh untuk melakukan langkah ini ialah : Apa nama mata pelajaran/ mata
kuliah yang sebaiknya diberikan untuk sesuatu satuan bahan pembelajaran?
g. Menetapkan
bobot SKS sesuatu mata pelajaran/ mata kuliah dengan dasar jumlah jam yang
diperlukan peserta didik untuk mempelajari semua topik dan subtopik dari
sesuatu mata pelajaran / mata kuliah dengan patokan 1 SKS = 16x tatap muka @50
menit.
Dari berbagai model pengembangan kurikulum
sebagaimana dikemukakan di atas terlihat ada kesamaannya, yakni semua pada
hakikatnya mengikuti struktur kurikulum serta komponen-komponennya: tujuan,
bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Sedangkan perbedaannya
terletak pada kelengkapan dan kerincian pada setiap tahap.
Pemilihan suatu model dalam proses
pengembangan suatu kurikulum paling tidak harus didasarkan pada dua
pertimbangan: 1) kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan pencapaian hasil
yang optimal yang dimiliki oleh masing-msaing model dan 2) sistem dan konsep
pendidikan yang dianut. [13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
v Pengembangan
dalam arti bahasa yaitu upaya meningkatkan mutu bahasa agar dipakai untuk
berbagai keperluan dalam kehidupan masyarakat modern, dan pengembangan dalam
arti masyarakat yaitu proses kegiatan bersama yang dilakukan oleh penghuni
suatu daerah untuk memenuhi kenutuhannya
v Langkah-langkah
secara makroskopis;
v Inisiasi
pengembangan.
v Innovasi
kurikulum baru
v Difusi
(penyebaran) pengetahuan dan pengertian tentang pengembangan kurikulum di luar
lembaga-lembaga pengembangan kurikulum.
v Implementasi
kurikulum yang telah dikembangkan di sekolah-sekolah.
v Evaluasi
kurikulum.
v Model-model
pengembangan:
v Model
Tyler
v Model
Hilda Taba
v Model Harold B. Alberty
v Model David Warwick
v Model Beauchamp
v Model Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Kompetensi
[1] Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, kamus besar bahasa indonesia (Jakarta: Balai Pustaka. 1990) hal
414-415
[2] Drs. Hendyat Soetopo, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum( Jakarta : Bumi Aksara. 1993) hal 60-61
[3] S
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta;
Bumi Aksara) hal 9-11
[4] Sukiman,
Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta ;
FITK UIN Suka, 2013), hal.98
[5] Ibid,
hal.99
[6] Ibid,
hal.100-101
[7] Nana
syaodih sukmadinata, ,pengembangan
kurikulum teori dan praktik (Bandung; Remaja Rosdakarya, 1997),hal.166
[8] ibid
[9] Sukiman,
pengembangan kurikulum ,.....,
hal.101-103
[10] Ibid, hal.103-105
[11] Ibid, hal.105-106
[12] Ibid, hal.106-108
[13] Ibid,.hal 108-111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar